Hukum kartu kredit
keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251 / KMK.013 / 1988 Tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan. Keputusan Menteri keuangan Nomor 1251 / KMK.013/ 1988 Tentang Ketentuan dan tata cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan (KMK Lembaga Pembiayaan) mulai berlaku tanggal 20 Desember 1988.KMK Lembaga Pembiayaan ini merupakan peraturan pelaksana dari keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Di dalam KMK Lembaga Pembiayaa
ini dinyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksakan oleh lembaga pembiayaan.
1. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya hal. , Kasmir, SE. MM
Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggara kegiatan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu kredit di dasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-undang Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank.
Kasus Penipuan Kartu Kredit Sebanyak 14 orang sindikat pembobol kartu kredit diamankan
aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya lantaran membobol uang sebesar Rp 81 miliar milik nasabah di sejumlah bank swasta maupun nasional di Indonesia dari tahun 2010. Ke-14 tersangka yang diamankan itu adalah Ranand Paskal Lolong, Andi Rubian, Kusnadar alias Kusno, Haris Mulyadi alias Beno,
Harun Wijaya, Firmansyah H, Hoisaeni Ibrahim, Muhril Zain Sany, Yayat Ahadiyat, Yudi Dwilianto, Budy Hadiyono Putro alias Budi Zenos, Raden Adi Dewanto, Muhammad Nurdin bin Musa, dan Firmanto Gandawidjaja. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Baharudin Djafar, di Markas Polda Metro, Jakarta, Kamis, 29 September 2011 menilai aksi yang dilakukan para tersangka terbilang unik dan terorganisir. Sebab, para pelaku bisa menghasilkan atau merugikan cukup banyak pihak. Diketahui pula, dalam kasus tersebut ada kasus lain yang menyertainya seperti pemalsuan, penipuan dan Narkotika.
“Kasus ini ada kaitannya dengan operasional bank dan penyalahgunaan kartu kredit. Untuk itu kami akan menelusuri kasus lainnya,” ujar Baharudin. Sementara itu, Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya,
Komisaris Besar Gatot Edi Pramono mengatakan, ada dua modus kejahatan yang dilakukan para pelaku dalam aksinya, yakni penipuan dengan model transaksi offline dan penipuan online melalui sistem Pembobolan Kartu Kredit dikatakan Gatot, kasus ini terungkap pada 8 September 2011 lalu, dimana Bank Damanon sebagaisalah satu Bank yang dirugikan melihat, adanya transaksi kartu kredit yang
mencurigakan senilai Rp 432 juta. Dengan adanya kecurigaan tersebut, pihak Bank Danamon akhirnya melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya untuk ditelusuri. Barang bukti yang dijadikan bahan untuk laporan, kata Gatot, antara lain aliran dana ke sembilan Bank Danamon dan 10 mesin
anjungan tunai mandiri (ATM) Bersama yang dipakai tersangka untuk mengambil uang tersebut.
“Setelah dilakukan penyelidikan dan penangkapan, para pelaku menuturkan bahwa pembobolan ini sudah dipersiapkan dengan matang. Caranya yakni mencari mesin EDC yang rusak di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), diJalan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,” jelas Gatot. Gatot menjelaskan, setelah mengatahui ada mesin yang rusak, tiga pelaku yakni Kusno, Parjo, dan Andi yang telah mengenakan seragam Bank Danamon palsu dan surat perintah palsu pula mendatangi SPBU itu untuk pura-pura memperbaiki mesin EDC. Di dalam mesin itu, kata Gatot, ada MID (Merchant Identification)
dan TID (Terminal Identification) dan data-data yang diambil. Mereka juga meminta kartu ATM dan nomor pin pemilik SPBU yang dipegang pegawai. Setelah berhasil mendapatkan data tersebut, para pelaku langsung menyerahkannya kepada Ranan yang bertugas membuat transaksi fiktif dari kartu-kartu kredit yang sengaja dibuat. Pihak bank mencatat transaksi itu dan mengirimkan pembayaran ke rekening pemilik SPBU, Teuku Averose, yang sudah dipegang pelaku. “Ranan mencairkan dana senilai Rp 432 juta. Dana itu ditransfer pelaku ke sembilan rekening yang sengaja dibuat memakai identitas palsu. Nilai transfer itu mencapai nilai rata-rata Rp 20 juta dalam sehari,”kata Gatot. Pembobolan Kartu Kredit sementara dalam menjalankan aksinya menggunakan sistem refund, para pelaku terlebih dulu mencuri data MID dan TID mesin EDS yang ada di supermarket terkenal. Caranya dengan membuat transaksi-transaksi fiktif di mesin EDS yang mereka miliki. Dari mesin EDS itu juga pelaku kemudian membuat transaksirefund (pembatalan transaksi) sendiri dengan kode otoritas dari supermarket yang dibuat asal. Transaksi ini pun dicatat pihak bank. “Bank kemudian mengembalikan saldo ke dalam kartu kreditnya dengan adanya pembatalan transaksi itu, para pelaku ditangkap tidak hanya yang terlibat aksi kejahatan perbankan, tetapi juga para pelaku yang turut mendukung dalam pembuatan dokumen palsu,”jelas dia. Atas perbuatnya, ke 14 tersangka, kata Gatot dikenakan pasal 372 dan 378 KUHP tentang pemalsuan dan penipuan dan kemungkinan juga akan kami jerat undang-undang perbankan. Dalam upaya menangani kasus kejahatan dunia maya, para
penyidik melakukan interpretasi ekstensif (perumpamaan dan persamaan) terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP. Adapun pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP terhadap kejahatan
dunia maya, antara lain :
1. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran
foto atau film pribadiseseorang yang vulgar di internet.
2. Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasuscarding,
karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli
suatu barang dan membayar dengan kartu kredit yang nomor
kartu kreditnya merupakan hasil curian.
3. Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasusCarding dimana
pelaku mencuri kartu kredit milik orang lain walaupun tidak
secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil
dengan menggunakansoftware card generator di internet untuk
melakukan transaksi di E-Commerce.
4. Pasal 378 KUHP yang dikenakan untuk penipuan dengan
seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang
dengan memasang iklan di salah satuwebsite sehingga orang
tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada
pemasang iklan.
2.2. Penipuan bermodus E-mail Phising
Dalam era informasi sekarang ini, penyalah gunaan data sering
kali terjadi oleh pelaku kejahatan, seperti penyalah gunaan data
mengenai rekening perbankan. Untuk itu, kita seharusnya waspada dan
mengenali praktek-praktek kejahatan yang terjadi agar terhindar dari
kerugian. Salah satunya adalah E-mail Phising.
Di zaman sekarang, orang sudah akrab dengan yang namanya email. Dari usia muda (anak-anak) sampai usia tua pun sudah mengenal email. Banyak fasilitas yang dapat diperoleh dari penggunaannya, misalnya
mengirim pesan, foto, atau aplikasi dalam hitungan detik atau menit. Tapi,
penggunaan e-mail dapat pula membuat kita mengalami kerugian seperti
kehilangan uang dalam kasus E-mail Phising.
Phising adalah tindakan memancing atau mengelabui seseorang
untuk memperoleh informasi pribadi seperti User ID, PIN, nomor
rekening bank, nomor kartu kredit secara tidak sah. Informasi ini
kemudian dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk mengakses
rekening seseorang, menarik atau mentransfer sejumlah uang ke rekening
pelaku, atau melakukan belanja online dengan menggunakan kartu kredit
orang lain. Berbagai cara ditempuh untuk mewujudkan keinginan pelaku
yang paling sering adalah mengiming-imingi seseorang dengan hadiah,
membuat email dan website palsu yang menyerupai email dan website
bank yang asli.
Phising sendiri berasal dari kata “fishing” berarti memancing.
Phising dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti lewat telepon,
chating, termasuk e-mail. Pelaku Phising (disebut pula “phiser”) biasanya
mengajak atau menggiring seseorang dari e-mail untuk masuk ke website
tertentu. Oleh karena itu, biasanya dalam e-mail phising terdapat link ke
website tertentu.
Website tersebut akan meminta seseorang untuk memasukkan
data pribadi, seperti User ID, password, PIN, nomor kartu kredit,
nomor rekening, tanggal lahir, atau nama ibu kandung. Kemudian, datadata yang diperoleh akan digunakan oleh pelaku phising untuk
melakukan tindak penipuan pada website bank yang asli.
2.3. Aksi Pelaku E-mail Phising
Para pelaku kejahatan ini (“phiser”) bisa dikatakan sebagai
“pencuri” yakni pencuri data pribadi dan uang orang lain, pada umumnya
menggunakan e-mail atau website untuk memancing korbannya.
Pelaku mencari korban atau nasabah yang diketahui sering atau
pernah melakukan transaksi online melalui website perbankan.
Kemudian, si pelaku membuat alamat e-mail palsu atau e-mail jebakan
yang mirip dengan alamat e-mail resmi dari perbankan. Biasanya e-mail
mereka berupa iming-iming hadiah atau meminta seseorang untuk
memasukkan data pribadi pada form yang disediakan dalam suatu
website dengan alasan untuk verifikasi ulang. Si pelaku membuat website
palsu yang dirancang sedemikian rupa sehingga mirip dengan website
aslinya. Pelaku seringkali memanfaatkan logo atau merk milik bank atau
penerbit kartu kredit agar lebih meyakinkan si korban.
Nasabah yang tertipu akan login ke dalam website palsu dan
mulai mengisi informasi penting mengenai data pribadi, seperti nomor
kartu kredit, PIN, nomor rekening, password, tanggal lahir, atau nama
ibu kandung. Si korban merasa telah mengunjungi website asli bank yang
ia gunakan yang tidak lain website palsu. Data pribadi tadi telah dimiliki
oleh pelaku phising dan akan digunakanannya untuk mengakses rekening
atau kartu kredit korban. Korban yang tertipu baru akan menyadari
penipuan saat ia menerima surat pernyataan dari bank atau penerbit
kartu kreditnya.
Berikut ini urutan kejadian dari kejahatan e-mail phising, dan
diharapkan pembaca memahami untuk mewaspadai dan menghindari
praktek kejahatan seperti ini.10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 9/16
1. Pertama kali
Para pelaku phising ini biasanya mencari informasi awal tentang
nasabah bank yang cukup lengkap, termasuk alamat e-mail nasabah
tersebut. Si pelaku membuat alamat e-mail dan website yang mirip
dengan alamat e-mail dan website asli dari bank.
2. Menyebarluaskan e-mail
Pelaku phising mengirim e-mail ke alamat e-mail nasabah bank.
E-mail tersebut berisikan pesan yang meyakinkan korban bahwa pesan
tersebut dari bank resmi. Lalu, korban diarahkan ke website jebakan
yang mirip dengan website bank yang asli dengan cara mengklik link
yang disertakan dalam e-mail. Pesan tersebut dapat berupa informasi
bahwa nasabah telah memenangkan undian berhadiah, untuk itu nasabah
diminta untuk verifikasi data pribadi lewat website yang ditunjuk. Pesan
dapat pula berupa permintaan untuk kembali mengisi data pribadi dengan
alasan sistem elektronik bank baru mengalami gangguan atau perbaikan,
terkadang disertai ancaman misalnya dalam jangka waktu 48 jam jika
nasabah tidak melakukan pengisian ulang data pribadi maka rekening
nasabah akan diblokir oleh bank.
3. Login
Korban yang mengklik link yang tertera dalam e-mail dan setelah
itu masuk ke website jebakan. Agar lebih meyakinkan, korban diminta
untuk melewati prosedur resmi dengan membuat username dan
password yang baru agar dapat login ke website jebakan tersebut.
Kemudian, muncul form yang meminta korban untuk mengisi ulang
beberapa informasi mengenai data pribadi misalnya nomor kartu kredit
dan PIN.
4. Penyalahgunaan
Data pribadi korban yang bersifat rahasia, sekarang sudah
diketahui oleh pelaku phising. Dengan informasi penting yang didapatnya,
ia dapat masuk ke website resmi bank. Kini pelaku bisa mentransfer
uang korban ke rekening pelaku. Bahkan, Pelaku dapat menggunakan
kartu kredit korban untuk membayar tagihah-tagihan pribadinya,
termasuk berbelanja online.
5. Sadar menjadi korban
Si Korban akan sadar kalau rekening atau kartu kreditnya telah
dibobol setelah menerima surat pernyataan dari bank, atau menemukan
sendirirekeningnya telah kosong.
2.4. Cara menghindari penipuan dengan modus E-mail Phising
Waspada jika menerima e-mail yang meminta informasi pribadi
Anda, seperti nomor rekening, nomor kartu kredit, PIN apalagi pelaku10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 10/16
mengaku dari Bank. Bank biasanya memiliki kebijakan untuk tidak
membolehkan nasabah mengisi data pribadi lewat e-mail. Jika menerima
e-mailseperti ini, segera laporkan kepada Bank yang bersangkutan.
Waspada jika menerima e-mail yang meminta Anda untuk
melakukan transfer uang ke rekening tertentu, dengan tujuan
mendapatkan hadiah undian dari Bank tertentu. Sebaiknya cari
keterangan lengkap dengan cara menghubungi langsung Bank yang
bersangkutan, sebaiknya secara rutin mengganti password atau PIN agar
tidak mudah dicuri.
Tiap kali masuk halaman website, perhatikan dengan seksama isi
dan alamatnya. Usahakan kenali alamat website asli dari bank yang
diajak bertransaksi. Jangan terpancing oleh keberadaan logo bank di
website tersebut, karena logo bank mudah dicopy. Cara yang terbaik
adalah menghubungi langsung bank yang bersangkutan untuk mengecek
kebenaran website tersebut agar Anda tidak tertipu.
Waspada jika Anda menerima e-mail yang meminta PIN Anda.
Pada umumnya, Bank tidak meminta PIN nasabah dengan alasan
apapun. Sebaiknya cari keterangan lengkap dengan cara langsung
menghubungiBank yang bersangkutan.
2.5. Penegakan hukum
Ketentuan hukum yang mengatur tentang phising sampai saat ini
belum ada, tetapi tidak berarti perbuatan tersebut dapat dibiarkan begitu
saja. Perbuatan penipuan dengan modus Phising tetap dapat dijerat
dengan berbagai peraturan yang ada, diantaranya UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008. Perbuatan
penipuan tersebut memenuhi unsur pidana pasal 28 ayat 1, dan pasal 35.
Berikut petikan isi pasal-pasal tersebut.
Pasal 28 ayat 1
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,
pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan
tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.
Tindakan penipuan oleh pelaku phising jelas dilakukan dengan
cara menyebarkan berita bohong dan menyesatkan sehingga konsumen
(nasabah bank) menderita kerugian dalam transaksi elektronik10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 11/16
perbankan. Dalam menjalankan aksinya, pelaku phising menciptakan
informasi elektronik seperti mengirim pesan dalam bentuk e-mail ke para
nasabah yang seolah-olah asli (otentik) dari bank yang resmi. Bagi
pelaku phising akan dikenai pidana penjara sesuai unsur pidana yang
terpenuhi yang tercantum dalam pasal 45 ayat 2 untuk pasal 28 ayat 1,
pasal 51 ayat 1 untuk pasal 35. Berikut petikan isi pasal tersebut.
Pasal 45 ayat 2
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 51 ayat 1
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
Sebagaimana teknologi lainnya, selain memiliki kelebihan berupa
kemudahan dan manfaat luas yang meningkatkan kualitas kehidupan
manusia, maka layanan perbankan elektronik juga memiliki banyak
kelemahan yang patut diwaspadai dan diantisipasi. Sehingga, teknologi
tersebut tetap dapat dipakai, manfaatnya terus dinikmati oleh umat
manusia namun juga harus ada tanggung jawab, pengawasan dan upaya
untuk memperbaiki kelemahan, menanggulangi permasalahan yang
mungkin timbulserta yang paling penting adalah meningkatkan kesadaran
dan menanamkan pemahaman tentang resiko dari pemanfaatan teknologi
yang digunakan oleh layanan perbankan itu terutama kepada masyarakat
luas, pengguna/nasabah, pemerintah/regulator, aparat penegak hukum
dan penyelenggara layanan itu sendiri . Karena masalah keamanan
adalah tanggung jawab bersama, semua pihak harus turut serta berperan
aktif dalam upaya pengamanan.
Kerjasama semua pihak yang terkait pemanfaatan teknologi ini
sangat diperlukan. Ada sebuah jargon dalam dunia information security
yaitu: “your security is my security”, artinya semua pihak pasti memiliki
titik kerawanan dan karenanya masing-masing memiliki potensi resiko
yang mungkin dapat dieksploitasi oleh pihak lain yang berniat tidak baik.
Maka apabila terjadi insiden terkait kerawanan itu, seluruh komponen
yang saling terkait harus turut bertanggung jawab untuk menanggulangi
dan meningkatkan upaya meminimalisir resiko serta mencegah kejadian
serupa di masa depan.
Misalnya, bank tidak mungkin melakukan pengamanan apabila
nasabah tidak memiliki pemahaman mengenai kemungkinan resiko10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 12/16
kerawanan dan kelemahan pada sistem elektronik yang digunakan.
Sebaliknya, nasabah yang telah berhati-hati sekalipun akan dapat
menjadi korban apabila bank lalai atau gagal di dalam pengawasan dan
upaya peningkatan pengamanan sistem secara terus-menerus. Demikian
juga apabila aturan dari pemerintah lemah dan penegak hukum tidak
memiliki kemampuan yang memadai untuk terus mengikuti
perkembangan sistem dan teknologi maka ketika terjadi insiden akan
sulit untuk melakukan penindakan terhadap semua pihak yang
seharusnya bertanggung jawab.
Sehingga semuanya saling terkait, tidak berdiri sendiri. Pihak
yang berniat jahat akan selalu memilih celah kerawanan yang paling
lemah sebagai pintu masuk. Sehingga semua pihak turut bertanggung
jawab dan harus saling membantu (bekerjasama) untuk mengawasi,
memperbaiki dan menutup celah tersebut tanpa saling menyalahkan
karena justru akan berakibat melemahkan peran dan potensisetiap pihak
dalam upaya pengamanan bersama. Setiap pihak adalah satu simpul
rangkaian rantai pengamanan dan semua saling bergantung satu sama
lain, karenanya semua sama pentingnya.
Titik Kerawanan
Selama beberapa waktu ID-SIRTII telah melakukan kajian
terhadap data kejadian insiden keamanan dan kasus kejahatan terkait
layanan perbankan elektronik di Indonesia. Pada prinsipnya disimpulkan
ada beberapa titik kerawanan yang patut diwaspadai dan diperbaiki
sebagai antisipasi di masa depan.
1. Kerawanan prosedur perbankan.
Paling menonjol adalah lemahnya proses identifikasi dan validasi
calon nasabah. Masalah ini bukan sepenuhnya kesalahan bank, karena di
Indonesia belum diterapkan Single Identity Number (SIM) yang terintegrasi
antar departemen terkait pelaksanaan pelayanan publik, sehingga mudah
sekali untuk melakukan pemalsuan identitas dan mengecoh sistem validasi
bank sehingga akhirnya akan berakibat pada penyalahgunaan rekening,
fasilitas dan layanan terkait dengan nasabah seperti kartu ATM/debit untuk
kegiatan kejahatan mulai fraud (penipuan) hingga ke pencucian uang.
Kecenderungannya para pelaku kejahatan akan memilih untuk sejauh
mungkin hanya menggunakan layanan elektronik saja, menghindari
transaksi dan kontak fisik baik dengan petugas bank maupun korban.
Bentuk kelemahan prosedur lainnya adalah sistem outsourcing di
dalam pemasaran produk perbankan. Banyak sekali terjadi kasus pencurian
identitas calon nasabah dan juga nasabah serta tidak terjaminnya
perlindungan data dan informasi pribadi dalam jangka panjang akan menjadi
titik kerawanan yang paling potensial untuk dimanfaatkan oleh para pelaku
berbagai jenis kejahatan bukan hanya terkait layanan elektronik perbankan
melainkan juga kejahatan lainnya. Pengamatan ID-SIRTII pada tahun 2009
pada “underground market” menunjukkan bahwa data identitas nasabah10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 13/16
perbankan asal Indonesia cukup banyak diperjualbelikan.
Kasus paling menonjol terkait pencurian data/bocornya nasabah
akibat kerawanan prosedur pengamanan di perusahaan outsourcing terjadi
pada tahun 2008, ketika 7 juta data rekening kartu kredit dibobol oleh
sindikat pengedar narkotika yang juga melakukan pemalsuan kartu kredit
untuk kepentingan transaksi bisnisnya. Untuk catatan, diperkirakan pada
akhir tahun 2009 kartu kredit yang diterbitkan oleh bank asal Indonesia
jumlahnya sekitar 9 – 11 juta.
Sejumlah kerawanan prosedur lainnya juga dijumpai di dalam
sistem verifikasi untuk layanan SMS/mobile banking dan internet banking.
Nasabah harus memahami cara kerja layanan tsb. dan memperhatikan
dengan cermat setiap transaksi yang terjadi dan melakukan cross check
apabila dijumpai potensi kelemahan dan kesalahan. Harus diperhatikan
bahwa layanan tsb. melibatkan pihak selain bank yaitu operator selular dan
provider internet sehingga kelemahan bisa saja terjadi pada sistem mereka,
bukan pada sistem perbankan. Seharusnya pihak bank, operator selular
dan provider internet harus lebih banyak lagi melakukan sosialisasi
prosedur pengamanan kepada para penggunanya sehingga resiko
terjadinya insiden dapat diminimalisir.
Yang paling mengkhawatirkan dan terbukti paling sering
dieksploitasi oleh pelaku kejahatan adalah kerawanan prosedur pada mesin
ATM dan mesin EDC. Masalahnya adalah minimnya upaya pengawasan
bank terhadap dua sistem tsb. Sehingga nasabah dituntut untuk lebih
berhati-hati/waspada saat bertransaksi di ATM dan EDC. Bukan hanya
modus eksploitasi yang melibatkan teknologi seperti skimming namun juga
yang konvensional seperti hipnotis serta aneka penipuan via SMS, undian
berhadiah dll. bahkan ada juga nigerian scam. Sangat jarang dijumpai
pesan peringatan (reminder) kepada nasabah maupun upaya peningkatan
sistem pengamanan yang memadai dengan misalnya memasang kamera
pengawas di semua ATM.
2. Kerawanan fisik.
Sebagian besar kartu ATM yang digunakan bank saat ini jenisnya
magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman chip (smart card).
Kartu jenis ini sangat mudah digandakan. Perangkat penggandaan dan
bahan baku kartu magnetic ini dapat dengan mudah dijumpai di pasaran
dengan harga yang sangat murah. Saat ini baru kartu kredit saja yang telah
diganti dengan jenis smart card sejak Januari 2010 sesuai ketentuan Bank
Indonesia.
Sosialisasi pengamanan fisik pada sisi nasabah pengguna pun juga
harus dilakukan. Misalnya saat menggunakan akses internet publik yang
tidak terjamin keamanannya seperti di warnet, hotspot, maupun ketika
menggunakan mobile internet.
3. Kerawanan aplikasi.
Secara teknis, untuk layanan yang sangat kritis seperti perbankan,
proses pengembangan aplikasi yang digunakan seharusnya mengikuti
kaidah yang disebut dengan secure programming dan dikerjakan oleh ahli
programming yang memiliki kemampuan secure programming ini.
Kelemahan aplikasi sebenarnya adalah sebuah konsekuensi logis
yang mungkin terjadi akibat semakin kompleksnya fitur dan layanan yang
disediakan oleh aplikasi tsb.
4. Kerawanan perilaku.
Salah satu penyebab utama terjadinya insiden keamanan di dalam10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 14/16
dunia Teknologi Informasi adalah akibat kelemahan manusia. Baik itu SDM
perbankan, nasabah itu sendiri maupun juga aparat penegak hukum. Pada
sisi perbankan, tidak semua SDM disiplin di dalam menerapkan prosedur
pengamanan.
E-banking bukanlah layanan perbankan konvensional, karena yang
dilayani adalah nasabah yang telah hidup di dalam budaya online yang
berbeda paradigma dengan dunia offline. Maka pendekatan yang digunakan
di dalam layanan pun seharusnya mengacu pada budaya online. Misalnya,
apabila di dalam perbankan konvensional, insiden harus ditutupi untuk
mencegah terjadinya resiko lain, seperti rush. Dalam layanan perbankan
online setiap insiden justru harus segera diumumkan secara terbuka karena
akibat dari serangan bisa sangat cepat dan luas sehingga dapat
menimbulkan dampak yang luar biasa karena sifatnya yang online real
time.
5. Kerawanan regulasi dan kelemahan penegakan hukum.
Bank harus menjadi pihak yang bertanggung jawab karena posisi
sebagai sistem penyelenggara layanan transaksi elektronik. Peraturan
perundangan yang baru sepertu UU No. 11/2008 Tentang ITE juga telah
mulai mengatur masalah ini. Di masa depan akan semakin banyak
peraturan yang digolongkan sebagai cyber law ini akan diberlakukan oleh
pemerintah. Sehingga diharapkan ada kepastian hukum bagi para
penyelenggara layanan dan pengguna.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dunia maya (cyberspace) dapat dideskripsikan sebagai suatu
“ruang/dunia” non fisik yang didalamnya terjadi komunikasi-komunikasi
elektronik dan tersimpan data-data digital didalam sebuah sistem
komputer atau jaringannya”. Melalui ruang dunia maya ini, kesepakatankesepakatan bisnis dapat dilakukan secara instan dari seluruh penjuru
dunia, tanpa perlu lagi pena, kertas, dan bahkan tidak perlu lagi bertatap
muka langsung. ”Bahkan, kini terjadi transaksi perdagangan secara
elektronik yang sering disebute-commerce (electronic commerce) yang
menggunakan kartu kredit dan kartu debit untuk menggantikan mata
uang.
Kejahatan dalam bidang teknologi informasi secara umum terdiri
dari dua kelompok, yaitu :
1. Kejahatan konvensional yang menggunakan bidang teknologi
informasisebagai alat bantunya.
Contohnya pembelian barang dengan menggunakan nomor kartu
kredit curian melalui media internet.
2. Kejahatan timbul setelah adanya internet, dengan menggunakan
sistem komputer sebagai korbannya10/15/12 TE ---Cyber Sukabumi--- GEMBEL ELI
gembelite.blogspot.com/2010/05/makalah-kejahatan-komputer-etika.html 15/16
Real power does not hit hard , but straight to the point
Kekuatan yang sesungguhnya tidak memukul dengan keras , tetapi tepat sasaran
Posting Lebih Baru Posting Lama
Contoh kejahatan ini ialah perusak situs internet (cracking),
pengiriman virus atau program-program komputer yang bertujuan untuk
merusak sistem kerja komputer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar